DPR Diminta Tak Buru-buru Setujui Pembentukan Densus Tipikor

banner 468x60

Akademisi UGM Oce Madril

 

Jakarta MANGUPURANEWS.com – KPK dan Kejaksaan Agung (Kejagung) setuju terkait pembentukan Densus Tipikor dengan konsep kerja mirip Densus 88 Anti-teror. Maksudnya, kepemimpinan berada tidak dalam satu atap, namun seperti kelompok kerja (Pokja) atau Kejaksaan juga menyiapkan satuan tugas (Satgas) seperti Satgas Penuntutan Terorisme supaya perkara cepat naik ke persidangan.

Baik KPK atau Kejagung berpendapat, konsep kerja Densus Tipikor dinilai sudah sesuai KUHAP yang berlaku. Terkecuali, nantinya ada UU baru yang mengatur soal Densus Tipikor.

Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril berpendapat, Polri boleh saja membuat tim khusus. Namun, menurutnya, konsep kerja seperti Densus 88 tidak efektif.

“Tentu boleh-boleh saja Polri bikin tim khusus. Tapi jika modelnya seperti Densus dengan struktur lembaga seperti itu, menurut saya tidak efektif,” kata Oce dalam perbincangan, Senin (16/10/2017) malam.

Menurutnya, tim khusus anti-korupsi lebih baik berada di bawah Kejagung. Sebab, Kejagung lebih memiliki kewenangan yang lebih kuat dalam penanganan suatu perkara.

“Untuk Tipikor, lembaga kejaksaan punya kewenangan dari hulu hingga hilir. Kejaksaan itu sebagai Dominus Litis atau pengendali proses perkara sampai ke penuntutan di pengadilan. Kewenangan kejaksaan lebih kuat,” tuturnya.

Oce mengatakan, kendali penanganan perkara ada di kejaksaan. Sementara Polri menangani kasus di tahap awal. Sehingga, menurutnya, pantas jika kejaksaan yang mengepalai tim khusus tersebut.

Menurutnya, sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia pun menerapkan hal tersebut. Tim khusus (ad hoc) selalu dikomandoi oleh Kejagung.

“Alasan lain, dalam sejarah pemberantasan korupsi, berbagai tim ad hoc yang dibentuk selalu dikomandoi oleh Kejaksaan Agung. Misal Tim Pemberantasan Korupsi 1967, Tim Gabungan Antikorupsi di awal reformasi, Timtastipikor (Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) di zaman SBY. Semua dikoordinir oleh Jaksa Agung,” ucap dia.

Hanya saja, Oce mencatat, tim ad hoc terkendala dalam independensi yang tak kuat. Tim ini tak bekerja maksimal karena tak mempunyai dukungan politik.

“Cuma masalahnya, tim-tim ad hoc semacam ini akan terkendala karena independensinya nggak kuat dan biasanya mandek karena tidak ada dukungan politik. Masalah lain, soal integritas aparat. Ini yang harus dijawab tim khusus ke depan,” ucap dia.

Saat ini, Oce berpendapat, dalam upaya pemberantasan korupsi, semestinya Polri memperkuat Direktorat Tipikor. Menurutnya, upaya pemberantasan korupsi dapat dilakukan dengan memperkuat KPK dan tim di kejaksaan.

“Kalau mau tim yang kuat, lebih baik perkuat KPK dan tim khusus di kejaksaan dengan SDM dan anggaran yang memadai,” katanya.

Terkait hal tersebut, Oce meminta DPR melakukan kajian lebih mendalam terkait pembentukan Densus Tipikor. “Tidak perlu terburu-buru. DPR perlu mengkaji lebih dalam,” ujarnya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian memaparkan dua skema pembentukan Densus Tipikor pada rapat dengar pendapat di DPR bersama KPK dan Kejaksaan Agung. Skema pertama, Densus Tipikor dibentuk dalam wujud satu atap dengan dipimpin tiga lembaga.

Skema kedua, Densus Tipikor dibentuk mirip dengan Densus 88 Antiteror yang terdiri dari unsur Polri dan Kejaksaan Agung. Nantinya Densus Tipikor dipimpin oleh perwira tinggi bintang dua, sementara Kejagung menyiapkan satu tim satgas khusus yang akan langsung menerima limpahan tugas dari Polri agar cepat naik ke persidangan. (jbr/dkp)

Sumber : detikcom

 

Artikel Asli>>>

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.